Masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas
diri dan merupakan periode yang paling berat (Hurlock, 1993). Calon
(1953) dalam Monks (2002) mengatakan masa remaja menunjukkan dengan
jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum
memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak,
karena secara fisik mereka sudah seperti orang dewasa. Perkembangan
fisik dan psikis menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa
ini disebut oleh orang barat sebagai periode sturm und drung dan
akan membawah akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku,
kesehatan, serta kepribadian remaja (Monsk, 2002). Lebih jelas pada
tahun 1974, WHO memberiikan definisi tentang remaja secara lebih
konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001) Remaja adalah suatu masa
dimana:
Setiap siswa sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor sebagai pihak yang berkompeten perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam.
William C. Kvaraceus dalam (Mulyono, 1995) membagi bentuk kenakalan menjadi dua, yaitu:
Pada praktiknya studi kasus diselenggarakan melalui cara-cara yang bervariasi, seperti analisis laporan sesaat (anecdotal report), otobiografi klien, deskripsi tentang tingkah laku, perkembangan klien dari waktu ke waktu (case history), himpunan data (cummulative records), konferensi kasus (case conference) seperti yang diungkapkan Jones, 1951; Mc Daniels, 1957; Tolbert, 1959; Bernard&Fulmer, 1969; Patterson, 1978; Fisher, 1978 (dalam Prayitno, 1999; 38).
- Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
- Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
- Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Setiap siswa sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor sebagai pihak yang berkompeten perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam.
William C. Kvaraceus dalam (Mulyono, 1995) membagi bentuk kenakalan menjadi dua, yaitu:
- Kenakalan biasa seperti: Berbohong, membolos sekolah, meninggalkan rumah tanpa izin (kabur), keluyuran, memiliki dan membawa benda tajam, bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku-buku cabul, turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras.
- Kenakalan Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri, mencopet, menjambret, merampas, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, menjual gambar-gambar porno dan film-film porno, pemerkosaan, pemalsuan uang, perbuatan yang merugikan orang lain, pembunuhan dan pengguguran kandungan.
Pada praktiknya studi kasus diselenggarakan melalui cara-cara yang bervariasi, seperti analisis laporan sesaat (anecdotal report), otobiografi klien, deskripsi tentang tingkah laku, perkembangan klien dari waktu ke waktu (case history), himpunan data (cummulative records), konferensi kasus (case conference) seperti yang diungkapkan Jones, 1951; Mc Daniels, 1957; Tolbert, 1959; Bernard&Fulmer, 1969; Patterson, 1978; Fisher, 1978 (dalam Prayitno, 1999; 38).
kenakalan remaja
4/
5
Oleh
fuadi