TUGAS HUKUM PIDANA
Tugas ini digunakan untuk
melengkapi nilai tugas mata kuliah hukum pidana
Oleh:
Arif Hidayatur Rahman (1471010100)
PROGRAM
STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN JAWA TIMUR
SURABAYA
2015
DELNEMING
Delneming adalah
tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, artinya ada orang lain
dalam jumlah tertentu yang turut serta, turut campur, turut berbuat membantu
melakukan agar suatu tindak pidana itu terjadi, atau dalam kata lain, orang
yang lebih dari satu orang secara bersama-sama melakukan tindak pidana,
sehingga harus cari pertanggungjawaban dan peranan masing-masing peserta dalam
persitiwa pidana tersebut.
Tujuan deelneming adalah untuk
minta pertanggungjawaban terhadap orang-orang yang ikut ambil bagian sehingga
terjadinya suatu tindak pidana.
Hubungan
antar peserta dalam menyelesaikan tindak pidana tersebut, adalah :
1. Bersama-sama melakukan
kejahatan.
2. Seorang mempunyai kehendak dan
merencanakan suatu kejahatan sedangkan ia mempergunakan orang lain untuk
melaksanakan tindak pidana tersebut.
3. Seorang saja yang melaksanakan
tindak pidana, sedangkan orang lain membantu melaksanakan tindak pidana
tersebut.
Penyertaan
dapat dibagi menurut sifatnya :
1. Bentuk penyertaan berdiri
sendiri: mereka yang melakukan dan yang turut serta melakukan tindak pidana.
Pertanggung jawaban masing2 peserta dinilai senidiri-sendiri atas segala
perbuatan yang dilakukan.
2. Bentuk penyertaan yang tidak
berdiri sendiri: pembujuk, pembantu, dan yang menyuruh untuk melakukan tindak
pidana. Pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantungkan pada perbuatan
peserta lain. Apabila peserta satu dihukum yang lain juga.
Di dalam
KUHP terdapat 2 bentuk penyertaan:
1. Para Pembuat (mededader) pasal
55 KUHP, yaitu:
a. yang melakukan (plegen)
b. yang menyuruh melakukan (doen
plegen)
c. yang turut serta melakukan
(mede plegen)
d. yang sengaja menganjurkan
(uitlokken)
2. Pembuat Pembantu
(madeplichtigheid) 56 KUHP
Pasal 56
KUHP menyebutkan pembantu kejahatan:
a. Mereka yang sengaja memberi
bantuan pada waktu/saat kejahatan dilakukan.
b. Mereka yang memberi kesempatan
sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan (sebelum kejahatan dilakukan)
Dengan demikian dapat diketahui
siapa saja orang yang dapat membuat tindak pidana dan siapa pula yang terlibat
dalam terwujudnya tindak pidana :
1. Pembuat tunggal (dader),
kriterianya: (a) dalam mewujudkan tindak pidana tidak ada keterlibatan orang
lain baik secara fisik maupun psikis; (b) dia melakukan perbuatan yang telah
memenuhi seluruh unsur tindak pidana dalam undang-undang.
2. Para pembuat, ada 4 bentuk
3. Pembuat Pembantu.
Perbedaan antara para pembuat
dengan pembuat pembantu adalah: para pembuat (mededader) secara langsung turut
serta dalam pelaksanaan tindak pidana, sedangkan pembuat pembantu hanya memberi
bantuan yang sedikit atau banyak bermanfaat dalam melaksanakan tindak pidana.
Pembuat yang dimaksud dalam Pasal
55 ayat (1) adalah ia tidak melakukan tindap pidana secara pribadi, melainkan
secara bersama-sama dengan orang lain dalam mewujudkan tindak pidana. Apabila
dilihat dari perbuatan masing2 peserta berdiri sendiri, tetapi hanya memenuhi
sebagian unsur tindak pidana. Dengan demikian semua unsur tindak pidana
terpenuhi tidak oleh perbuatan satu peserta, tetapi oleh rangkaian perbuatan
semua peserta.
Apabila dalam suatu tindak pidana
tersangkut beberapa orang, maka pertanggungjawaban masing-masing orang yang
melakukannya adalah tidak sama, tergantung pada hubungan peserta tsb terhadap
perbuatan yang dilakukannya dalam suatu tindak pidana tsb.
Berdasarkan pendapat dari para ahli, deelneming terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Zelfstandige deelneming
(Deelneming yang berdiri sendiri)
Artinya orang yang turut
melakukan tindak pidana pidana tsb diminta pertanggungjawabannya secara
sendiri.
2. On Zelfstanddige deelneming
(Deelneming yang tidak berdiri sendiri)
Artinya pertangungjawaban orang
yang turut melakukan tindak pidana pidana tsb digantungkan kepada orang lain
yang turut melakukannya juga.
Orang-orang
yang melakukannya dapat dibagi atas 4 macam, yaitu :
1. Pleger (Orang yang melakukan).
Mereka yang termasuk golongan ini
adalah pelaku tindak pidana yang melakukan perbuatannya sendiri, baik dengan
memakai alat maupun tidak memakai alat. Dengan kata lain, pleger adalah mereka
yang memenuhi seluruh unsur yang ada dalam suatu perumusan karakteristik delik
pidana dalam setiap pasal.
2. Doen Pleger (Orang yang
menyuruh untuk melakukan)
Untuk dapat dikategorikan sebagai
doen pleger sedikitnya harus ada dua orang, yaitu ada yang menyuruh (Doen
Pleger) dan yang disuruh (Pleger).
Sebab Doen Pleger adalah
seseorang yang ingin melakukan tindak pidana, tetapi dia tidak melakukannya
sendiri melainkan menggunakan atau menyuruh orang lain, dengan catatan yang
dipakai atau disuruh tidak bisa menolak atau menentang kehendak orang yang
menyuruh melakukan. Dalam posisi yang demikian, Orang yang disuruh melakukan
itu harus pula hanya sekedar menjadi alat (instrumen) belaka, dan perbutan itu
sepenuhnya dikendalikan oleh orang yang menyuruh melakukan. Sesungguhnya yang
benar-benar melakukan tindak pidana langsung adalah orang yang disuruh
melakukan, tetapi yang bertanggung jawab adalah orang lain, yaitu orang yang
menyuruh melakukan. Hal ini disebabkan orang yang disuruh melakukan secara
hukum tidak bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Orang
yang disuruh mempunyai "dasar-dasar yang menghilangkan sifat pidana.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUH Pidana.
Contoh kasus :
Seorang Perwira Polisi bernama A
ingin membalas dendam kepada seorang musuhnya bernama B, untuk melakukan
keinginannya tsb ia memerintahkan bawahannya, seorang Bintara Polisi bernama C
untuk menangkap B atas tuduhan telah melakukan suatu tindak pidana pencurian.
Dalam hal ini C tidak dapat
dihukum atas perampasan kemerdekaan seseorang karena ia berada dibawah perintah
dan ia menyangka perintah itu ialah perintah syah. Sedangkan yang dapat dihukum
atas tuduhan perampasan kemerdekaan ialah sang Perwira Polisi bernama A.
3. Medepleger (Orang yang turut
melakukan).
Turut melakukan berarti
bersama-sama melakukan suatu tindak pidana. Sedikitnya harus ada 2 orang, ialah
yang melakukan (Pleger) dan orang yang turut melakukan (Medepleger) tindak
pidana tsb. Kedua orang ini kesemuanya melakukan perbuatan pelaksanaan suatu
tindak pidana tsb.
Ada 2 syarat bagi adanya turut
melakukan tindak pidana :
1. Kerjasama yang disadari antara
para pelaku atau dalam kata lain suatu kehendak bersama antara mereka.
2. Mereka harus bersama-sama
melaksanakan kehendak itu (kerjasama secara fisik).
Contoh kasus :
A dan B berniat mencuri dirumah
C. A masuk dari atap rumah lalu membuka pintu untuk B dapat masuk, Kedua-duanya
masuk kedalam rumah dan mengambil barang milik C.
Disini C dihukum sebagai “Medepleger”
karena melakukan perbuatan pelaksanaan pencurian tsb.
4. Uitlokker (orang yang membujuk
untuk melakukan)
Secara sederhana pengertian
uitlokker adalah setiap orang yang menggerakkan atau membujuk orang lain untuk
melakukan suatu tindak pidana. Istilah "menggerakkan" atau
"membujuk" ruang lingkup pengertiannya sudah dibatasi oleh Pasal 55
ayat (1) bagian 1 KUH Pidana yaitu dengan cara memberikan atau menjanjikan
sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman
atau penyesatan, memberi kesempatan, sarana dan keterangan. Berbeda dengan
"orang yang disuruh melakukan", "orang yang dibujuk tetap"
dapat dihukum, karena dia masih tetap mempunyai kesempatan untuk menghindari
perbuatan yang dibujukkan kepadanya. Tanggung jawab orang yang membujuk
(uitlokker) hanya terbatas pada tindakan dan akibat-akibat dari perbuatan yang
dibujuknya, selebih tanggung jawab yang dibujuk sendiri.
Semua golongan yang disebut Pasal
55 KUH Pidana tergolong kepada pelaku tindak pidana, sehingga hukuman buat
mereka juga disamakan. Sebaliknya, Pasal 56 KUH Pidana mengatur mengenai orang
digolongkan sebagai "orang yang membantu" melakukan tindak pidana
(medeplichtig) atau "pembantu". Orang dikatakan termasuk sebagai
"yang membantu" tindak pidana jika ia memberikan bantuan kepada
pelaku pada saat atau sebelum tindak pidana tersebut dilakukan. Apabilan
bantuan diberikan sesudah tindakan, tidak lagi termasuk "orang yang
membantu" tetapi termasuk sebagai penadah atau persekongkolan. Sifat
bantuan bisa berbentuk apa saja, baik materil maupun moral. Tetapi antara
bantuan yang diberikan dengan hasil bantuannya harus ada sebab akibat yang
jelas dan berhubungan. Begitupula sifat bantuan harus benar-benar dalam taraf
membantu dan bukan merupakan suatu tindakan yang berdiri sendiri. Perbuatan
yang sudah berdiri sendiri tidak lagi termasuk "turut membantu"
tetapi sudh menjadi "turut melakukan". Inisiatif atau niat harus pula
datang dari pihak yang diberi bantuan, sebab jika inisiatif atau niat itu
berasal dari orang yang memberi bantuan, sudah termasuk dalam golongan
"membujuk melakukan" (uitlokker).
Seseorang dengan sengaja membujuk
seseorang untuk melakukan suatu tindak pidana dengan memakai bujuk rayu,
pemberian, salah memakai kekuasaan, dsb. Sedikitnya harus ada 2 orang, yaitu
yang membujuk dan yang dibujuk.
Contoh kasus :
Kasus Antasari Azhar.
Antasari diduga meminta Kombes
Pol Williardi Wizard untuk membantu mancari orang untuk dapat membantu
melakukan suatu tindak pidana pembunuhan. Williardi menyuruh Jerry Hermawan Lo
dan Edo untuk membunuh Nasruddin Zulkarnaen seorang, Direktur PT. Putra
Rajawali Banjaran (PRB).
Dalam kasus ini Antasari Azhar
dan Williardi Wizard dapat sebagai Uitlokker, karena telah membujuk seseorang
untuk melakukan suatu tindak pidana pembunuhan terhadap Nasruddin Zulkarnain.
Orang
yang sengaja menganjurkan (pembuat penganjur: uitlokker/aktor intelektualis),
unsur-unsurnya adalah:
1. Unsur obyektif:
a. Unsur perbuatan, adalah
menganjurkan orang lain melakukan perbuatan
b. Caranya ialah:
1) Memberikan sesuatu
2) Menjanjikan sesuatu
3) Menyalahgunakan kekuasaan
4) Menyalahgunakan
martabat/jabatan
5) Kekerasan
6) Ancaman
7) Penyesatan
8) Memberi kesempatan
9) Memberi sarana
10) Memberi keterangan.
2. Unsur subyektif: dengan
sengaja.
Ada 5 syarat dari seorang pembuat
penganjur / pembujuk :
1. Kesengajaan si pembuat
penganjur yang harus ditujukan pada 4 hal :
a. Ditujukan pada digunakannya
upaya-upaya penganjuran.
b. Ditujukan pada mewujudkan
perbuatan menganjurkan beserta akibatnya
c. Ditujukan pada orang lain
untuk melakukan perbuatan. Kesengajaan itu harus ditujukan agar orang lain itu
melakukan tindak pidana.
Contoh:
A dengan menjanjikan upah sebesar
20 juta kepada B untuk membunuh C. perbuatan yang dimaksud adalah tindak pidana
pembunuhan. Di sini kesengajaan A ditujukan pada B untuk melakukan pembunuhan.
Dalam hal ini tidak ditujukan
pada orang satu-satunya (B) karena bisa saja yang melaksanakan pembunuhan itu orang
lain.
d. Ditujukan pada orang lain yang
mampu bertanggung jawab atau dapat dipidana. Hal ini penting untuk membedakan
dengan pembuat penyuruh (Doen Pleger)
2. Dalam melakukan perbuatan
meganjurkan harus menggunakan cara-cara menganjurkan sebagaimana Pasal 55 ayat
(1) dan 2.
Tidaklah boleh dengan menggunakan
upaya lain, misalnya menghimbau. Hal ini yang membedakan antara pembuat
penganjur dengan pembuat penyuruh. Pada pembuat penyuruh dapat menggunakan
segala cara, asalkan pembuat materiilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
a. Memberikan sesuatu.
Sesuatu di sini hrs berharga,
sebab kalau tidak tidak berarti apa-apa/tidak dapat mempengaruhi orang yang
dianjurkan. Misalnya uang, mobil, pekerjaan dsb. A memberikan uang 10 jt kepada
B untuk membunuh C.
b. Menjanjikan sesuatu
Janji adalah upaya yang dapat
menimbulkan kepercayaan bagi orang lain, janji itu belum diwujudkan, tetapi
janji itu telah menimbulkan kepercayaan untuk dipenuhi. A berjanji kepada B
akan memberikan uang jika berhasil membunuh C
c. Menyalahgunakan kekuasaan.
Adalah menggunakan kekuasaan yang
dimiliki secara salah. Kekuasaan ini adalah kekuasaan dalam hubungannya dengan
jabatan atau pekerjaan. Oleh karena itu upaya menyalahgunakan kekuasaan di sini
diperlukan 2 syarat:
1. Upaya ini digunakan dalam hal
yang berhubungan atau dalam ruang lingkup tugas pekerjaan dari pemegang
kekuasaan dan orang yang ada di bawah pengaruh kekuasaan (orang yang
dianjurkan)
2. Hubungan kekuasaan itu harus
ada pada saat dilakukannya upaya penganjuran dan pada saat pelaksanaan tindak
pidana sesuai dengan apa yang dianjurkan. Apabila hubungan kekuasaan itu telah
putus, maka tidak terdapat penganjuran, karenanya pelaku mempertanggungjawabkan
sendiri perbuatannya.
d. Menyalahgunakan martabat
Martabat di sini misalnya orang
yang mempunyai kedudukan terhormat, misalnya tokoh politik, pejabat publik,
sperti camat, todat, toga, tomas. Kedudukan seperti itu mempunyai kewibawaan
yang dapat memberikan pengaruh pada masyarakat atau orang2, pengaruh tsb dapat
disalahgunakan. (menyalahgunakan martabat)
e. Menggunakan kekerasan
Menggunakan kekuatan fisik pada
orang lain sehingga menimbulkan akibat ketidak berdayaan orang yang menerima
kekerasan itu. Tetepi syaratnya adalah berupa ketidakberdayaan yang sifatnya
sedemikian rupa sehingga dia masih memiliki kesempatan dan kemungkinan cukup
untuk melawan kekerasan itu tanpa resiko yang terlalu besar (menolak segala apa
yang dianjurkan)
f. Menggunakan ancaman
Ancaman adalah suatu paksaan yang
bersifat psikis yang menekan kehendak orang sedemikian rupa sehingga dia
memutuskan kehendak untuk menuruti apa yang dikehendaki oleh orang yang
mengancam. Ancaman juga menimbulkan ketidakberdayaan, tetapi tidak bersifat
fisik, melainkan psikis, misalnya menimbulkan rasa ketakutan, rasa curiga,
was-was. Misalnya akan dilaporkan akan dibuka rahasianya. Ancaman di sini juga
hrs dapt menimbulkan kepercayaan bhw yang diancamkan itu akan diwujudkan oleh
pengancam. Sebab kalau tidak ada kepercayaan, misalnya hanya bercanda saja,
maka hanya pembuat materiilnya saja yang dipidana.
g. Menggunakan penyesatan
(kebohongan)
Berupa perbuatan yang sengaja
dilakukan untuk mengelabui atau mengkelirukan anggapan atau pendirian orang
dengan segala sesuatu yang isinya tidak benar atau bersifat palsu, sehingga
orang itu menjadi salah atau keliru dalam pendirian.
Perbedaan penyesatan dalam
pembuat penyuruh dan pembuat penganjur adalah:
1. Penyesatan pada bentuk pembuat
pembuat penyuruh adalah penyesatan yang ditujukan pada unsur tindak pidana,
misal penjahat yang menyuruh kuli untuk menurunkan sebuah kopor milik orang
lain. Tetapi penyesatan pada pembuat pengajur tidaklah ditujukan pada unsur
tindak pidana tetapi ditujukan pada unsur motif tindak pidana.
Contoh :
A sakit hati pada C dan karenanya
A mengehendaki agar C mengalami penderitaan. Untuk itu A menyampaikan berita
bohong yang menyesatkan B bahwa C telah berslingkuh dengan isterinya B dengan
membuat alibi (pernyataan) palsu, dan dengan sangat meyakinkan A menganjurkan
kepada B agar membunuh atau dianiaya saja C. penyesatan di sini adalah
ditujukan pada motif agar B sakit hati dan membenci C, atau memberikan dorongan
agar timbul sakit hati, benci dan dendam pada B, sehingga mendorong B untuk
melakukan sesuai dengan kehendak A. apabila B tersesat dalam pendirian dan
kemudian membunuh atau menganiaya C maka terjadi bentuk pembuat penganjur.
2. Berbuat karena tersesat dalam
hal unsur tindak pidana, pembuatnya tidak dapat dipidana. Di sini terjadi
bentuk pembuat penyuruh yang dipidana adalah pembuat penyuruhnya. Pembuat
materiilnya tidak dapat dipidana. Tetapi berbuat karena tersesat dalam hal
unsur motif, yang terjadi adalah bentuk pembuat penganjur, dimana keduanya
sama2 dapat dipidana.
h. Memberikan kesempatan
Adalah memberikan peluang yang
seluas-luasnya bagi orang lain untuk melakukan tindak pidana. Ex: A penjaga
gudang yang menganjurkan kepada B untuk mencuri di gudang dengan kespakatan
pembagian hasilnya, sengaja memberi kesempatan kepada B untuk mencuri dengan
berpura-pura sakit sehingga pada malam itu dia absen dari tugasnya.
i. Memberikan sarana
Berupa memberikan alat atau bahan
untuk digunakan dalam melakukan tindak pidana. Misalnya A penjaga gudang
sengaja menganjurkan pada B untuk mencuri di gudang dengan kesepakatan bagi
hasil dengan cara memberikan kunci duplikat.
j. Memberikan keterangan
Memberikan informasi,
berita-berita yang berupa kalimat yang dapat menarik kehendak orang lain
sehingga orang yang menerima informasi itu timbul kehendaknya untuk melakukan
suatu tindak pidana, yang kemudian tindak pidana itu benar dilaksanakan.
3. Terbentuknya kehendak orang
yang dianjurkan (pembuat peklaksananya) untuk meakukan tindak pidana sesuai
dengan apa yang dianjurkan adalah disebabkan langsung oleh digunakannya upaya2
penganjuran oleh si pembuat penganjur. Di sini terjadi hubungan sebab akibat.
Sebab adalah digunakan upaya penganjuran, dan akibat adalah terbentuknya
kehendak orang yang dianjurkan. Jadi jelaslah inisiatif dalam hal penganjuran
selalu dan pasti berasal dari pembuat penganjur. Hal ini pula yang membedakan
dengan bentuk pembantuan. Pada pembantuan (pasal 56) inisiatif untuk mewujudkan
tindak pidana selalu berasal dari pembuat pelaksananya, dan bukan dari pembuat
pembantu.
4. Orang yang dianjurkan (pembuat
pelaksanaanya) telah melaksanakan tindak pidana sesuai dengan yang dianjurkan
5. Orang yang dianjurkan adalah
orang yang memiliki kemampuan bertanggungjawab.
Tabel:
DEELNEMING
CONCURSUS
Gabungan perbuatan yang dapat dihukum mempunyai
tiga bentuk,concursus ini diatur didalam KUHP Bab. VI, adalah
sebagai berikut :
1.
Concursus Idealis
(Pasal 63 KUHP)
2.
Concursus Berlanjut
(Pasal 64 KUHP)
3.
Concursus Realis
(Pasal 65 – 71 KUHP)
KUHP mengatur perbarengan tindak pidana dalam
Bab. VI Pasal 63 – 71. Dalam rumusan pasal maupun Bab. IX, KUHP tidak
memberikan definisi perbarengan tindak pidana (Concursus). Namun, dari
rumusan pasal-pasalnya dapat diperoleh pengertian dan sistem pemberian pidana
bagiconcursus sebagai berikut.
A.Concursus Idealis
Pengertian dari concursus idealis adalah suatu perbuatan yang masuk
kedalam banyak (Lebih dari satu) aturan pidana.
Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis
adalah Absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat, Contoh :
Terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan
pidana penjara 12 tahun menurut pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan
menurut pasal 281.
Dengan sistem asorbsi maka yang dijatuhkan pidana adalah pasal 285,
yaitu 12 tahun.
Namun ketika terjadi perbedaan pada jenis pidana pokoknya, maka di ambil
jenis pidana pokok yang terberat menurut pasal 10 KUHP.
Selanjutnya didalam pasal 63 ayat (2)
terkandung adagium (Lex specialis derogate legi generali) atau
aturan undang-undang yang khusus meniadakan UU yang umum. Jadi ketika ada
perbedaan antara aturan yang umum dan yang khusus maka diambil yang khusus.
B.Concursus
Berlanjut
Pengertian dari concursus berlanjut adalah suatu perbuatan yang
dilakukan secara berulang-ulang atau berangsur-angsur dimana perbuatan itu
sejenis berhubungan dan dilihat dalam satu perbuatan.
Dalam MvT (Memorie van Toelichting),
kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah :
o
Harus ada satu
keputusan kehendak
o
Masing- masing
perbuatan harus sejenis
o
Tenggang waktu
antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama
Batasan waktu yang terciri dalam concursus
berlanjut adalah dibatasi pada putusan hakim (in kracht).
Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem
absorbs, yaitu hanya dikenakan ancaman terberat. Dan apabila berbeda-beda, maka
dikenakan ketentuan pidana pokok yang terberat.
C.Concursus Realis
Pengertian concursus realis adalah seseorang melakukan beberapa
perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri. Sebagai suatu
tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan).
Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam :
o
Absorbsi dipertajam
Pengertian, apabila diancam dengan pidana pokok sejenis maka hanya
dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh
lebih dari jumlah maksimum terberat ditambah sepertiga.
o
Kumulatif
diperlunak
Apabila diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis maka setiap
pidana pokok akan dikenakan dengan ketentuan jumlahnya tidak boleh melebihi
jumlah pidana pokok terberat ditambah sepertiga.
o
Apabila concursus
realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem hukum kumulitf (Jumlah),
Jumlah semua pidana yang diancamkan. Maksimum 1 tahun 4 bulan
o
Apabila concursus realis
berupa kejahatan-kejahatan ringan, maka digunakan sistem pemberian pidana
kumulatif, Maksimum pidana penjara 8 bulan.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
DELNEMING
4/
5
Oleh
fuadi