MusliModerat.Com - Saat menghadiri peringatan hari lahir (Harlah) Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) ke-46, Gus Dur diminta untuk memberikan sambutan oleh panitia.
Setelah berbicara
panjang lebar, dan hendak menutup pidatonya, Gus Dur tanpa disadari akan mengucapkan
kalimat "wabillahi taufiq wal hidayah", tapi tiba-tiba dia diam sejenak....
"Saya kok mau
salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU," ujarnya.
"Dulu ulama-ulama
NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah untuk ucapan
penutup dan Nahdliyiin wajib mengikuti. Tapi setelah musim kampanye
pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu untuk menutup setiap pidato
kampanyenya." Tutur cucu pendiri NU ini.
Gus Dur kemudian
menjelaskan tentang sejarah singkat kalimat penutup pidato khas warga NU yang masih
digunakan sampai saat ini.
"Jadi Golkar
minjem ‘wabillahi taufiq wal hidayah’ dari NU dan belum dikembalikan hingga saat ini," lanjutnya, diikuti gelak tawa hadiri..
Sejarah dan Pencipta
Kalimat
penutup pidato dan surat-menyurat khas warga NU sebelum salam
penutupan. Arti harfiahnya: “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke
jalan yang selurus-lurusnya.” Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul
Hamid dari Kendal, Jawa Tengah.
Sebelum
menciptakan kalimat Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq, Kiai Ahmad
telah menciptakan istilah Billahit taufiq wal-hidayah. Namun karena
Billahit taufiq wal hidayah kemudian digunakan oleh hampir semua
kalangan umat Islam, maka ia merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada
lagi.
Untuk
itu ia menciptakan istilah baru, Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq
yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU.
KH
Ahmad Abdul Hamid adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah.
Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar
Kendal. Karena peran dan ketokohannya, masyarakat Kendal menyebutnya
sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”.
Kiprah
Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, di lingkungan NU dimulai
dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang
pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil
Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan
Katib KH Sahal Mahfudz), dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Ia juga
tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit
tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa
Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen majalah NU seperti Buletin LINO (Lailatul Ijtima' Nadhlatoel Oelama)
Kiai
Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab.
Kitab-kitabnya umumnya ditulis dalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab
Pegon. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan
Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia terjemahkan atas
permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin Zuhri.
Terjemahan
tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak selesai
sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu
oleh Kiai Ahmad dinamakan "Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama".
KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. (Sumber: Ensiklopedi NU)
Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah"
4/
5
Oleh
fuadi