Pasal 1 : Wartawan indonesia menghormati hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
Dalam liputan pers, sumber berita harus jelas.
Ketika pesawat Adam Air jatuh di laut Majene, Sulawesi Barat, pada Januari
2007, hampir semua pers melakukan kesalahan fatal. Hanya beberapa jam setelah
pesawat itu jatuh, sebagian besar pers mewartakan bahwa pesawat tersebut jatuh
di daerah tertentu. Tak hanya itu, ada pula pers yang langsung memberitakan
bahwa rangka pesawat telah ditemukan. Lebih dahsyat lagi sampai ada yang
memberitakan bahwa "sembilan korban ditemukan masih hidup."
Ini luar biasa. Kenapa? Karena setelah setahun peristiwa itu terjadi, ternyata semua berita tentang di mana jatuhnya pesawat itu dan jumlah korban yang hidup sama sekali tidak benar. Di mana pesawat jatuh pun tidak diketahui. Nasib korban juga tidak diketahui. Tetapi, saat itu ada pers yang sampai berani mengatakan bahwa "para korban sedang dievakuasi." Black box pesawat ini baru ditemukan setahun kemudian di bawah kedalaman 2.000 meter laut. Itu pun setelah ada pencarian khusus dengan bantuan Amerika Serikat.
Ini luar biasa. Kenapa? Karena setelah setahun peristiwa itu terjadi, ternyata semua berita tentang di mana jatuhnya pesawat itu dan jumlah korban yang hidup sama sekali tidak benar. Di mana pesawat jatuh pun tidak diketahui. Nasib korban juga tidak diketahui. Tetapi, saat itu ada pers yang sampai berani mengatakan bahwa "para korban sedang dievakuasi." Black box pesawat ini baru ditemukan setahun kemudian di bawah kedalaman 2.000 meter laut. Itu pun setelah ada pencarian khusus dengan bantuan Amerika Serikat.
Pasal 2: Wartawan
Indonesia menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi
serta memberikan Identitas kepada sumber Informasi.
Kasus
wawancara fiktif seorang wartawan harian di Surabaya menurunkan berita hasil
wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Untuk meyakinkan kepada
publiknya, sang wartawan sampai mendeskripsikan bagaimana wawancara itu
terjadi. Karena berasal dari sumber yang katanya terpercaya, hasil wawancara
tersebut tentu saja menjadi perhatian masyarakat luas. Tetapi, belakangan
terungkap, ternyata wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak pernah
dilakukan sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala itu sedang sakit tenggorokkan
sehingga untuk berbicara saja sulit, apalagi memberikan keterangan panjang
lebar seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari harian ini memang tidak
pernah bersua dengan isteri orang yang disangka teroris itu dan tidak pernah
ada wawancara sama sekali. Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik
Jurnalistik. Wartawan tersebut telah melanggar Kode etik jurnalistik pasal 2
yang berbunyi: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.”
Pasal 3: Wartawan Indonesia menghormati azas praduga
tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang, dan selalu
meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat
Pengusaha Gunawan Yusuf yang juga pemilik Sugar Group melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea, mendesak Majalah Tempo untuk meminta maaf sesuai keputusan Dewan Pers yang menilai Tempo telah melanggar kode etik jurnalisitik.
Permintaan maaf itu kata Hotman harus dilakukan dalam bentuk iklan permohonan maaf sebanyak lima halaman, sesuai pemberitaan Majalah Tempo, serta dibuat di satu Koran nasional.
Menurut Hotman Paris, ini untuk kali pertama Dewan Pers berani menjatuhkan hukuman berat dengan cara menerapkan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Keputusan dalam bentuk Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi itu ditandatangani Ketua Dewan Pers Prof Dr Bagir Manan pada 19 September 2012.
Bersarkan penilaian Dewan Pers, jelas pengacara kondang ini, berita-berita dimaksud termuat di Majalah Tempo edisi 26 Maret – 1 April 2012 sebagaimana diadukan kliennya berjudul; Rochadi, Korban Sengketa Makindo (hal 32), Terjepit Sengketa Raja Gula (hal 44-48), Gugatan Dua Saudara (hal 58-50), dan Taipan Nyentrik di ST Regis (hal 50) telah melanggar Pasal 3 KEJ.
Pasal 3 KEJ tersebut berbunyi; Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Atas dasar pasal tersebut jelas Horman, Dewan Pers merekomendasikan Majalah Tempo wajib memuat hak jawab pengadu dan meminta maaf kepada pengadu serta pembaca. Majalah Tempo juga harus berkomitmen untuk menaati KEJ dalam pemberitaan selanjutnya tentang pengadu.
Gugatan pidana yang akan dilakukan terkait pasal 310 KUHP dan pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Sedangkan gugatan perdata ditujukan agar Majalah Tempo memberikan ganti rugi secara materil kepada Gunawan Jusuf selaku pengusaha.
Gugatan juga terkait pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena pemberitaan Majalah Tempo tersebut juga dimuat di media online.
Dalam Majalah Tempo edisi 26 Maret-1 April 2012 termuat tulisan sebanyak lima halaman yang isinya tak sesuai fakta hukum. Yang jadi perhatian, kata Hotman terutama berita berjudul Terjepit Sengketa Raja Gula dimana disitu tertulis kalimat; Jurus berkelit menghindari utang dengan menggunakan data keimigrasian ternyata bukan sekali digunakan Gunawan Jusuf.
“Tempo memvonis bahwa seolah-olah Gunawan banyak utang. Padahal tak ada bukti di pengadilan Gunawan Jusuf punya utang. Dan, seolah-olah Gunawan dengan menggunakan data keimigrasian untuk menghindari utang,” kata Hotman.
Pengusaha Gunawan Yusuf yang juga pemilik Sugar Group melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea, mendesak Majalah Tempo untuk meminta maaf sesuai keputusan Dewan Pers yang menilai Tempo telah melanggar kode etik jurnalisitik.
Permintaan maaf itu kata Hotman harus dilakukan dalam bentuk iklan permohonan maaf sebanyak lima halaman, sesuai pemberitaan Majalah Tempo, serta dibuat di satu Koran nasional.
Menurut Hotman Paris, ini untuk kali pertama Dewan Pers berani menjatuhkan hukuman berat dengan cara menerapkan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Keputusan dalam bentuk Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi itu ditandatangani Ketua Dewan Pers Prof Dr Bagir Manan pada 19 September 2012.
Bersarkan penilaian Dewan Pers, jelas pengacara kondang ini, berita-berita dimaksud termuat di Majalah Tempo edisi 26 Maret – 1 April 2012 sebagaimana diadukan kliennya berjudul; Rochadi, Korban Sengketa Makindo (hal 32), Terjepit Sengketa Raja Gula (hal 44-48), Gugatan Dua Saudara (hal 58-50), dan Taipan Nyentrik di ST Regis (hal 50) telah melanggar Pasal 3 KEJ.
Pasal 3 KEJ tersebut berbunyi; Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Atas dasar pasal tersebut jelas Horman, Dewan Pers merekomendasikan Majalah Tempo wajib memuat hak jawab pengadu dan meminta maaf kepada pengadu serta pembaca. Majalah Tempo juga harus berkomitmen untuk menaati KEJ dalam pemberitaan selanjutnya tentang pengadu.
Gugatan pidana yang akan dilakukan terkait pasal 310 KUHP dan pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Sedangkan gugatan perdata ditujukan agar Majalah Tempo memberikan ganti rugi secara materil kepada Gunawan Jusuf selaku pengusaha.
Gugatan juga terkait pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena pemberitaan Majalah Tempo tersebut juga dimuat di media online.
Dalam Majalah Tempo edisi 26 Maret-1 April 2012 termuat tulisan sebanyak lima halaman yang isinya tak sesuai fakta hukum. Yang jadi perhatian, kata Hotman terutama berita berjudul Terjepit Sengketa Raja Gula dimana disitu tertulis kalimat; Jurus berkelit menghindari utang dengan menggunakan data keimigrasian ternyata bukan sekali digunakan Gunawan Jusuf.
“Tempo memvonis bahwa seolah-olah Gunawan banyak utang. Padahal tak ada bukti di pengadilan Gunawan Jusuf punya utang. Dan, seolah-olah Gunawan dengan menggunakan data keimigrasian untuk menghindari utang,” kata Hotman.
Pasal 4:
Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah,
sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan asusila.
Setelah dua orang muncul mengaku
menjadi korban pelecehan seksual Saipul Jamil, kini muncul orang yang mengaku
korban ketiga. Pria, yang berinisial MD, 20 tahun, melaporkan Saipul Jamil ke
Polres Jakarta Utara, Senin (29/2) dengan kasus yang sama.
Pengacara MD, Priyo Jatmiko
menyatakan kliennya menjadi korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh
artis dangdut tersebut. Saipul dilaporkan karena tudingan pencabulan dengan
pasal 290 ayat 1 juncto pasal 281 ayat 2 KUHP. "Yang dilakukan saudara SJ
itu melanggar pasal tersebut," ujarnya seperti dikutip Merdeka.com.
Kuasa hukum MD lainnya, Agus
Rudijanto bahkan menyebut bila kliennya sudah empat kali dicabuli oleh Saipul
Jamil. "Ada empat kali," ujar Agus. Pelecehan itu terjadi setiap kali
MD menginap di rumah Saipul. "(MD) Menginap dalam rangka nanti bareng
untuk shoot di
acara tertentu di tv swasta," kata Agus seperti dikutip dari Viva.co.id.
Agus memperinci, empat pencabulan itu terjadi dua kali di Oktober, satu kali di
Desember dan satu kali di Januari.
Pelecehan itu salah satunya terjadi
pada 18 Oktober 2015, sekitar pukul 23.00 WIB. "Ada juga bukti-bukti
pakaian," ujar Agus. MD tak bisa menolak ketika diajak mandi bareng.
Ketika mandi itulah, MD diminta untuk melakukan hubungan seksual.
Agus membantah bila aduan kliennya
karena MD sedang mencari popularitas. "Bicara popularitas enggak mungkin
pakai masker," ujarnya menepis.
MD semalam melapor dengan
mengenakan topi dan menutup mukanya dengan masker. Menurut Agus, kliennya baru
lapor sekarang karena ada yang harus dipertimbangkan. "Masalah malu, aib
dan masalah ketakutan," ujar Agus.
Selama ini, MD memendam kasus ini
karena selama ini dijanjikan sesuatu oleh Saipul Jamil. "Mau dilatih untuk attitude sebagai
artis," ujar Agus seperti dikutip Okezone.com. Setelah sekian
kali tak ditepati, ia baru menyadari dan melaporkan kasus ini ke polisi.
MD mengaku kenal dengan Saipul
lewat jejaring sosial Path. MD lalu diajak main ke rumah Saipul Jamil. Usai
masuk ke rumah, MD diajak ke kamar dan melanggar kesusilaan. "Jadi tidak
ada basa basi," ujar Priyo.
Menurut Agus, ada permintaan oral
seks dan sebagainya. Agus menyebut bahwa kasus pelecehan seksual itu membuat
kliennya trauma.
Kabid Humas Polda Metro Jaya,
Kombes Pol Mohammad Iqbal menyatakan pada prinsipnya, polisi menerima laporan
semua masyarakat. "Tapi jangan sampai ada laporan palsu," kata Iqbal,
Senin (29/2) seperti dikutip Kompas.com. Iqbal mengatakan,
akan ada konsekuensi yuridis bagi para pelapor yang membuat laporan palsu.
Pengacara Saipul Jamil, Roland
Hutabarat merasa aneh dengan laporan tersebut. Sebab kasus sudah lama terjadi
namun baru dilaporkan setelah kasus pelecehan terhadap DS mencuat.
Roland, merunut KUHP menilai
pengaduan itu masa berlakunya 6 bulan. "Nah ini sudah ada yang dua tahun,
sudah ada yang satu tahun, berarti kan sudah tidak masuk lagi di kualifikasi
tindak kejahatan," ucap Roland, Selasa (1/3) seperti dikutip Merdeka.com.
Pembahasan
Penyamaran nama korban adalahbentuk
perlindungan terhadap korban , itu termasuk kode etik dalam jurnalistik
Wartawan Indonesia tidak menyiarkan
dusta,fitnah karena sudah terjadi sesuai
fakta yang sudah beredar dan bukti bukti sudah terkumpulkan yang membuat fakta
semakin kuat
Dalam berita ini wartawan
memberitakan tentang tidak asusila yang dilakukan oleh saipul jamil , karena
saipul jamil adalah public figure yang seharusnya mencontohkan baik kepada
masyarakat karena seorang public figure sering mendapat perhatian dari
masyarakat baik dewasa ,anak anak hingga orang tua
Pasal 5:
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.Contoh kasus pelanggaran pasal ini ialah terjadi pelanggaran kode etik dalam kasus dugaan permintaan hak istimewa untuk membeli saham penawaran umum perdana PT Krakatau Steel oleh wartawan. Pelanggaran itu berupa penyalahgunaan profesi serta pemanfaatan jaringan yang dimiliki sejumlah wartawan peliput di Bursa Efek Indonesia.
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.Contoh kasus pelanggaran pasal ini ialah terjadi pelanggaran kode etik dalam kasus dugaan permintaan hak istimewa untuk membeli saham penawaran umum perdana PT Krakatau Steel oleh wartawan. Pelanggaran itu berupa penyalahgunaan profesi serta pemanfaatan jaringan yang dimiliki sejumlah wartawan peliput di Bursa Efek Indonesia.
”Tindakan itu menimbulkan konflik kepentingan karena sebagai wartawan yang
meliput kegiatan di Bursa Efek Indonesia juga berusaha terlibat dalam proses
jual beli saham untuk kepentingan pribadi. Ini bertentangan dengan Pasal 5 Kode
Etik Jurnalistik
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.Contoh kasus pelanggaran pada hal ini ialah Wartawan peliput kegiatan Humas Pemerintah Provinsi juga kecipratan anggaran daerah. Biro Humas dan Protokol Pemprov Sulawesi Selatan mengusulkan anggaran untuk jasa peliputan kegiatan Pemprov Sulawesi Selatan yang cukup besar. Dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) 2010 disebutkan adanya belanja upah atau jasa pihak ketiga sebesar Rp 675 juta.
Dalam
rinciannya, anggaran itu ditujukan ke beberapa media tertentu. Anggaran
terbesar dialokasikan untuk jasa atau upah peliput dan publikasi. Angkanya
mencapai Rp 240 juta selama 12 bulan. Tidak jelas kepada siapa dana itu akan
diberikan. Dalam draft APBD, mereka hanya mencantum demikian.
Selain
itu, ada pula anggaran khusus untuk jasa liputan TVRI Sulawesi Selatan sebesar
Rp 120 juta, jasa/upah petugas TVRI Sulawesi Selatan Rp 90 juta, jasa liputan
Fajar Tv Rp 60 juta, serta jasa publikasi dan dokumentasi dalam rangka 17
Agustus yang mencapai Rp 45 juta untuk tiga stasiun lokal.
"Anggaran
ini patut dipertanyakan sebab tidak ada dasarnya.
Pasal 6 : wartawan indonesia memiliki hak tolak, menghargai
ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
Menurut Kode Etik Jurnalistik, wartawan wajib
menghormati ketentuan tentang off
the record. Artinya, apabila narasumber sudah mengatakan bahan yang
diberikan atau dikatakannya adalah off
the record, wartawan tidak
boleh menyiarkannya. Kalau wartawan tidak bersedia terikat dengan hal itu,
sejak awal ia boleh membatalkan pertemuan dengan narasumber yang ingin
menyatakan keterangan off the
record. Tetapi, justru
inilah yang tidak dilakukan oleh wartawan satu harian di Yogyakarta. Seorang
narasumber dari kantor Telekomunikasi setempat mengungkapkan bahwa ada pungutan
tidak resmi oleh Asosiasi Warung Telepon di Yogyakarta antara Rp5 juta - Rp25
juta. Keterangan tersebut dengan jelas dan tegas dinyatakan sebagai off the record. Tetapi, ternyata oleh wartawan surat
kabar ini keterangan tersebut tetap disiarkan. Ini jelas merupakan pelanggaran
Kode Etik Jurnalistik, yakni menyiarkan berita yang sebenarnya off the record.
Akibatnya, narasumber yang tadinya begitu percaya kepada wartawan, merasa dikhianati. Apalagi kemudian dari segi yuridis atau hukum narasumber tersebut dituduh mencemarkan nama baik.
Akibatnya, narasumber yang tadinya begitu percaya kepada wartawan, merasa dikhianati. Apalagi kemudian dari segi yuridis atau hukum narasumber tersebut dituduh mencemarkan nama baik.
Pasal 7: Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan
serta melayani hak jawab
Kesalahan Fatal Tiga Media Mainstream dalam Pemberitaan Asumsi Makro
RAPBN-P 2015
Berita Kompas.com
Berita: Kontan.co.id
Berita: Bisnis.com
Pembahasan
Dalam ketiga berita diatas, terlihat adanya perbedaan
dalam penulisan nominal harga minyak mentah yang seharusnya 70 USD tetapi
Kompas.com dan kontan.co.id mencantumkan 170 USD dan 105 USD. Hal ini dapat
membingungkan si pembaca karena adanya perbedaan informasi. Setelah beberapa
pembaca mengomentari kekeliruan ini barulah ada perubahan. Tetapi yang saya
lihat hanya Kompas.com yang merubah nominalnya sedangkan Kontan.co.id masih
belum dirubah. Kontan.co.id sudah menyalahi Pasal 10 “Wartawan Indonesia segera
mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.”
CONTOH KASUS PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK
Nama
Anggota:
Dhafin
Ariefenda (1343010099)
Renaldi Fauzi Pratama (1443010008)
Fahrizal Tri A.G (1443010064)
Mohammad
Riezwandi Revanda (1443010181)
Rachmad
Tirta Saputra (1443010212)
FAKULTAS
ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN “VETERAN” JAWA TIMUR
ILMU
KOMUNIKASI
KODE ETIK JURNALISTIK
4/
5
Oleh
fuadi