1.
Posisi
dan Peran Sosial
Posisi mengindikasikan
di mana seorang berada dalam sebuah ruangan seseorang dapat menempati posisi
sebagai seorang anak, ayah, atau saudara sepupu (dalam space keluarga) ; seorang karyawan, manager, atau guru part-time (dalam
space pekerjaan) ;sebagai sesepuh desa, ketua RT, atau ulama (dalam space kemasyarakatan).
Sedangkan yang dimaksud peran sosial adalah seperangkat
harapan terhadap seseorang yang menempati suatu posisi/status sosial.
2.
Norma
dan Kontrol Sosial
Norma adalah standar
perilaku yang diadakan untuk mengontrol perilaku anggota suatu kelompok. Norma
sosial bervariasi dalam derajat pengaruhnya terhadap perilaku, semacam Folkways atau norma kesopanan, mores
atau norma susila dan norma hukum.
Sedangkan yang dimaksud
kontrol sosial adalah merupakan suatu
mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan
masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku.
Dengan adanya kontrol sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota
masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang.
3.
Struktur
Sosial
Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau
susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
Ciri – ciri struktur sosial antara lain :
a)
Bersifat
abstrak
b)
Terdapat
dimensi vertikal dan horizontal
c)
Sebagai
landasan sebuah proses sosial suatu masyarakat
d) Bagian dari sistem pengaturan tata
kelakuan dan pola hubungan masyarakat
e)
Selalu
berkembang dan dapat berkemban
4.
Sosialisasi
dan Enkulturasi
Menurut Soerjono Soekanto,
sosialisasi adalah suatu proses di
mana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat
di mana ia menjadi anggota. Di mana-mana, di berbagai kebudayaan, sosialisasi
tampak berbeda-beda tetapi juga sama. Meskipun caranya berbeda, tujuannya sama,
yaitu membentuk seorang manusia menjadi dewasa. Proses sosialisasi seorang
inndividu berlangsung sejak kecil. Mula-mula mengenal dan menyesuaikan diri
dengan individu-individu lain dalam lingkungan terkecil (keluarga), kemudian
dengan teman-teman sebaya atau sepermainan yang bertetangga dekat, dengan
saudara sepupu, sekerabat, dan akhirnya dengan masyarakat luas.
Enkulturasi atau pembudayaan
adalah proses mempelajari dan menysuaikan alam pikiran dan sikap individu
dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam
kebudayaannya. Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil
(keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya anak kecil
menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum secara teratur, mengenal
ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku dalam keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup
keluarga seperti norma, adat istiadat, serta hasil-hasil budaya masyarakat.
Adapun perbedaan
antara enkulturasi dan sosialisasi adalah dalam enkulturasi seorang
individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikirannya dengan lingkungan
kebudayaannya, sedangkan sosialisaasi si individu melakukan proses penyesuaian
diri dengan lingkungan sosial.
5.
Ethic
dan Emic
Ethic dan Emic sebenarnya merupakan istilah antropologi yang
dikembangkan oleh pike (1967) dalam Segall (1990). Para psikolog yang berminat pada kajian lintas budaya lebih
menggunakan istilah Ethic dan Emic sebagai aspek daripada titik pandang atau
cara pendekatan. Ethic adalah aspek kehidupan yang muncul konsisten pada semua
budaya. Emic menjelaskan universalitas sebuah konsep kehidupan sedangkan Emic
menjelaskan keunikan dari sebuah konsep pada satu budaya (Matsumoto, 19996).
Pemahaman akan
kedua konsep ini menjadi dasar dalam melakukan pemahaman budaya dan perbedaan
budaya sekaligus dalam melakukan studi dan analisa penelitian psikologi lintas
budaya. Sebuah perilaku dari manusia dan kita akui kebenarannya sebagai sebuah
Ethic, maka dapat dikatakan bahwa perilaku tersebut adalah universal termasuk
dalma kebenarannya. Hasil penelitian yang dilakukan dapat digeneralisasikan dan
dijadikan dasar dalam penelitian selanjutnya di manapun seting budaya dan
penelitian tersebut dilakukan. Contoh penelitian ini adalah apa yang dilakukan
Ekman mengenai ekspresi emosi dasar pada wajah (facial expression of emotion).
Sebaliknya, sebuah
perilaku atau nilai yang ada hanya ditemukan pada satu budaya dan benar hanya
pada budaya tersebut, dalam studi psikologi lintas budaya tersebut saja.
Contohnya adalah ritual suku Indian Amerika untuk mengambil kulit kepala
(scalp) dari musuhnya yang telah mati adalah satu perilaku Emic yang khas dan
benar hanya pada budaya tersebut saja.
6.
Etnosentrisme
dan Stereotipe
Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat
dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Berdasarkan definisi ini
etnosentrisme tidak selalu negatif sebagimana umumnya dipahami. Etnosentrisme
dalam hal tertentu juga merupakan sesuatu yang positif. Tidak seperti anggapan
umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-mata
buruk, etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong
kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan.
Stereotip adalah kombinasi dari ciri-ciri yang paling sering diterapkan
oleh suatu kelompok tehadap kelompok lain, atau oleh seseorang kepada orang
lain (Soekanto, 1993). Secara lebih tegas Matsumoto (1996) mendefinisikan
stereotip sebagai generalisasi kesan yang kita miliki mengenai seseorang
terutama karakter psikologis atau sifat kepribadian.
Beberapa contoh stereotip terkenal berkenaan dengan asal etnik adalah
stereotip yang melekat pada etnis jawa, seperti lamban dan penurut. Stereotip
etnis Batak adalah keras kepala dan maunya menang sendiri. Stereotip orang
Minang adalah pintar berdagang. Stereotip etnis Cina adalah pelit dan pekerja
keras.
DIMENSI BUDAYA
4/
5
Oleh
fuadi