Abstract
Fast
pace of dynamic globalization create the shifts to both external and internal
condition in the organization. We have to create a concern about that shifts if
the organization can't vastly adapt. Failure to adapt will cause the internal
organization become unstable in which the result will be the not optimized
performance. In order to overcome the external influence and global trends,
organization can implement the organizational culture strategy. Organizational
culture will lead the people inside to behave, act, and think better. By
implementing this strategy, people in organization will have the same value,
goals, and strategy which will guide them to stay strong against the shifts and
to perform better.
Keyword : Strong
Culture, Kinerja
penyusun
Laksmi Ayu W. 1241010014
Prisca Wulandari 1241010026
Teresia Retno A. 1241010027
A. PENDAHULUAN
Pada
era globalisasi yang berkem- bang pesat, dinamis, dan tidak pasti ini, menimbulkan
terjadinya perubahan kondi- si ekstern maupun intern di dalam suatu organisasi.
Menurut Wibowo (2010:1) faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada di
luar organisasi dan budayanya, kecenderungan global yang semakin kompetitif
berpengaruh kuat pada organi- sasi. Sedangkan faktor internal organisasi
perlunya dukungan dari sumber daya dalam organisasi untuk mewujudukan kinerja
yang optimal.
Masalah
yang patut diperhatikan dalam organisasi apabila organisasi tidak dapat
beradaptasi pada pengaruh luar, kecenderungan global, akan berdampak pada
kondisi intern organisasi yang tidak stabil dan mempengaruhi kinerja di dalam organisasi
menjadi tidak optimal. Seperti hal nya yang terjadi pada kondisi di lingkungan
pemerintahan, instansi-instansi pemerintahan di Indonesia yang
tidak cepat tanggap dalam menghadapi perubahan dan
pengaruh luar yang bersifat global, sehingga tidak menutup kemungkinan kinerja
di dalam organisasi menjadi tidak optimal karena instansi pemerintah masih
menggunakan sistem nilai , keyakinan, dan pedoman perilaku yang lama. Untuk mengatasi kecenderungan
global yang semakin kompetitif, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi
perubahan kondisi ekstern maupun intern. Organisasi membutuhkan strategi baru
yang lebih sesuai dengan kondisi ekstern maupun intern organisasi saat ini
(Widyaningsih, 2003).
Menurut
Usmara (2002) dalam kutipan Sutrisno (2010) suatu organisasi mampu menyusun
strategi dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang
terjadi. Adanya berbagai pengaruh perubahan yang terjadi pada organisasi,
menuntut organisasi untuk menyusun strategi yang selaras dengan perubahan
lingkungan. Strategi untuk mengatasi masalah ini melalui Budaya Organisasi.
Menurut Wibowo (2010:363) kinerja sumber daya manusia sangat ditentukan oleh
kondisi lingkungan eksternal internal maupun eksternal organisasi, maupun
budaya organisasi.
Budaya
organisasi merupakan perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs),
asumsi-asumsi (assumptions), atau
norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati, dan diikuti oleh para anggota
suatu organisasi sebagai pedoman
perilaku dan pemecahan masalah-masalah
organisasi (Sutrisno, 2010:2). Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap perilaku anggotanya. Karena sistem nilai, pedoman perilaku, dan
keyakinan dalam budaya organisasi dijadikan acuan terhadap perilaku anggota
yang berorientasi pada hasil kinerja yang ditetapkan. Semakin diterapkannya
budaya organisasi yang baik, maka akan semakin tertanam perilaku baik dan
kebiasaan kerja yang optimal dalam kesehariannya. Untuk menanamkan nilai-nilai
dan keyakinan yang dianut organisasi yaitu melalui strong culture atau budaya organisasi yang kuat.
Budaya
yang kuat atau strong culture merupakan
budaya yang menanam- kan nilai-nilai, keyakinan dan diterima oleh seluruh
anggota organisasinya, dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perilaku para anggota. Semakin kuat budaya itu, semakin mendorong organisasi
untuk dapat meningkatkan kinerjanya.
Penerapan
budaya organisasi yang kuat atau strong
culture dimaksudkan agar seluruh perilaku individu atau anggota organisasi
berpedoman pada nilai-nilai dan keyakinan yang dianut organisasi dan selaras
dengan perubahan lingkungan yang terjadi, sehingga dapat mendorong kinerja
anggota organisasi untuk lebih optimal. Berdasarkan alasan tersebut maka kajian
ini membahas tentang penerapan strong
culture dalam meningkatkan kinerja anggota organisasi di era globalisasi.
B. LANDASAN TEORI
1.
Budaya Organisasi
Menurut Wibowo (2010:15) buda- ya adalah suatu pola sumsi dasar yang
ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan
menguasai masalah adaptasi eksternal dan internal. Menurut Tika (2014:3) budaya adalah
suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang berinteraksi dengan orang
dalam suatu organisasi, struktur organisasi, dan sistem kontrol yang
menghasilkan norma perilaku.
Budaya
organisasi merupakan perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs),
asumsi-asumsi (assumptions), atau
norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati, dan diikuti oleh para anggota
suatu organisasi sebagai pedoman
perilaku dan pemecahan masalah-masalah
organisasi (Sutrisno, 2010:2). Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh
terhadap perilaku dan efektivitas kinerja organisasi sebagaimana dinyatakan
oleh Sutrisno (2010:3) karena dengan adanya budaya
yang kuat dapat berdampak positif bagi organisasi yang diantaranya adalah:
1.
Nilai-nilai
kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan, menginternalisasi, menjiwai pada
para anggota, dan merupakan kekuatan yang tidak tampak;
2.
Perilaku-perilaku
karyawan secara tidak disadari terkendali dan terkoordinasi oleh kekuatan yang
informal atau tidak tampak;
3.
Para anggota
merasa komit dan loyal pada organisasi;
4.
Adanya
musyawarah dan kebersamaan atau kesertaan dalam hal-hal yang berarti sebagai
bentuk partisipasi, pengakuan, dan penghormatan terhadap karyawan;
5.
Semua kegiatan
berorientasi atau diarahkan kepada misi atau tujuan organisasi;
6.
Para karyawan
merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan kontribusnya, yang
sangat rewarding,
7.
Adanya
koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan kegiatan-kegiatan
perusahaan;
8.
Berpengaruh kuat
terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan perilaku dan kinerja
organisasi, penyebarannya pada para anggota organisasi, dan kekuatannya, yaitu
menekan para anggota untuk melaksanakan nilai-nilai budaya;
9.
Budaya
berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.
Edgar
H. Schein yang dikutip oleh Tika (2014:3) mendefinisikan budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang
diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai
pembelajaran untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal yang resmi dan terlaksana
dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota
baru sebagai cara yang tepat memahi, memikirkan, dan merasakan terkait dengan
masalah-masalah tersebut.
Budaya
organisasi menurut Peter F. Druicker dalam buku Robert G. Owens,
yang dikutip oleh Tika (2014:4), adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal
dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok
yang kemuadian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk
memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di
atas. Menurut Tika (2014:5) di dalam budaya organisasi terkandung unsur-unsur
dalam budaya organisasi sebagai berikut:
1.
Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang
dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi
untuk berperilaku.
2.
Keyakinan yang
dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut
dan dilaksa- nakan oleh para anggota organisasi. keyakinan ini mengandung
nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum
organisasi/perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelas- kan
usaha.
3.
Pemimpin atau
kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangan
oleh pemimpin organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi
atau perusa- haan tersebut.
4.
Pedoman
mengatasi masalah
Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah
pokok yang muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah intergrasi
internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan
keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.
5.
Berbagai nilai (sharing of value)
Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap
apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi
seseorang.
6.
Pewarisan (learning process)
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota
organisasi perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi
sebagai pedoman untuk bertindak dan berperi- laku dalam organisasi/ perusahaan
tersebut.
7.
Penyesuaian
(adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan
atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi
organisasi/perusahaan terhadap peru- bahan lingkungan.
Karakterisitik
kunci dari budaya menurut Michael Zwell dikutip oleh Wibowo (2010:35) adalah: (a) budaya dipelajari, (b)
norma dan adat istiadat adalah umum di seluruh budaya, (c) budaya kebanyakan
bekerja secara tanpa sadar, (d) sifat dan karakteristik budaya dikontrol
melalui banyak mekanisme dan proses sosial, (e) elemen budaya diteruskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya, (f) menyesuaikan adat istiadat dan pola
perilaku yang dapat diterima cenderung menjadi berhubungan dengan kebajikan
moral dan superioritas, dan (g) seperti kebiasaan lainnya, perilaku budaya
adalah nyaman dan dikenal umum.
Menurut
Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2003:518) fungsi dari budaya organisasi
adalah:
1.
Budaya
memberikan rasa identitas
Semakin jelas persepsi dan nilai-nilai bersama
organisasi didefinisikan, semakin kuat orang dapat disatukan dengan misi
organisasi menjadi bagian penting darinya.
2.
Budaya
membangkitkan komitmen pada misi organisasi
Kadang-kadang sulit bagi orang untuk berpikir di luar
kepentingannya sendiri, seberapa besar akan memengaruhi dirinya. Tetapi apabila
terdapat strong culture, orang merasa
bahwa mereka menjadi bagian dari yang bear, dan terlibat dalam kese- luruhan
kerja organisasi. Dari setiap kepentingan individu, budaya mengingatkan orang
tentang apa makna sebenarnya organisasi itu.
3.
Budaya
memperjelas dan memperkuat standar perilaku
Budaya membimbing kata dan perbuatan pekerja, membuat
jelas apa yang harus dilakukan dan kata-kata dalam situasi tertentu, terutama
bagi pendatang baru. Budaya mengu- sahakan stabilitas bagi perilaku, keduanya dengan
harapan apa yang harus dilakukan pada waktu yang berbeda dan juga apa yang
ahrus dilakukan individu yang berbeda di saat yang sama. Suatu perusahaan
dengan budaya sangat kuat mendu- kung kepuasan pelanggan. Pekerja mempunyai
pedoman tentang bagai- mana harus berperilaku.
Menurut Wibowo (2010:52) bahwa fungsi budaya organisasi adalah: (1) menun-
jukkan identitas, (2) menunjukkan batasan peran yang
jelas, (3) menunjukkan komitmen kolektif, (4) membangun stabilitas sistem
sosial, (5) membangun pikiran sehat dan masuk akal, dan (6) memperjelas standar
perilaku.
Untuk menanamkan perilaku, nilai-nilai, dan keyakinan
pada setiap anggotanya, organisasi harus mempunyai budaya yang kuat (strong culture). Menurut Deal dan
Kennedy (1982) dalam kutipan Tika (2014:110) terdapat beberapa ciri-ciri
organisasi yang kuat (strong culture),
yaitu:
1.
Anggota-anggota
organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta
mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.
2.
Pedoman
bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi digariskan dengan jelas,
dimengerti, dipatuhi, dan dilaksanakan oleh orang-orang di dalam organisasi
sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif.
3.
Nilai-nilai yang
dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan
dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang
yang bekerja dalam organisasi.
2. Kinerja: Definisi & Dimensi
Menurut
Sutrisno (2010:170) pada umumnya, kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan
seseorang di dalam melaksana- kan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Lawler dan
Porter (1967) dalam Sutrisno (2010:170) yang menyatakan bahwa kinerja adalah
kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas. Kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang di dalam organisasi, sesuai
dengan nilai-nilai, dan pedoman perilaku organisasi dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.
Kinerja adalah hasil seseorang
secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran kriteria yang telah disepakati bersama
(Rivai dan Basri, 2009). menurut Hariandja (2002:195) kinerja adalah hasil
kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai
dengan perannya dalam organisasi. Miner
(1990) dalam kutipan Sutrisno (2010:170) kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat
berfungsi dan berperi- laku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Irianto (2001)
dalam Sutrisno (2010:171) mengemukakan bahwa kinerja anggota organisasi adalah
prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Keberhasilan
organisasi tergantung pada kinerja anggota organisasi bersang- kutan.
Kinerja karyawan menurut Wirawan (Widodo,2011)
secara umum dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: 1) hasil kerja, 2)
perilaku kerja, 3) sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan. Hasil kerja
karyawan dapat meningkat apabila terdapat sistem, nilai-nilai, dan norma yang
berlaku di dalam organisasi.
Menurut
Tika (2014:121) terdapat empat dimensi atau unsur yang terdapat dalam kinerja
terdiri dari:
1.
Hasil-hasil
fungsi pekerjaan
2.
Pencapaian
tujuan organisasi
3.
Periode waktu
terentu
4.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi terhadap prestasi anggota seperti: motivasi, kecakapan,
persepsi peranan, dan sebagainya.
Berdasarkan
hal-hal di atas, dapat disimpulkan untuk meningkatkan kinerja di dalam
organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berorientasi pada pencapaian
tujuan organisasi. Kinerja meningkat jika hasil kerja anggota organisasi sesuai
dengan sistem nilai, keyakinan yang dianut organisasi.
C.
PEMBAHASAN
Kinerja
anggota sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi menyelaraskan
anggota-anggotanya berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan keyakinan budaya- nya
yang didasarkan pada kondisi intern maupun ekstern organisasi. Nilai-nilai dan
keyakinan dasar dalam budaya organisasi, disebarkan kepada para anggota
organisa- sinya untuk membentuk perilaku yang baik. Semakin diterap-kannya budaya organisasi yang baik, maka akan akan
semakin tertanam perilaku baik dan kebiasaan kerja yang optimal dalam
kesehariannya.
Pada penerapannya
di dalam buda- ya organisasi perlunya menanam perilaku baik dan sesuai dengan nilai-nilai,
dan keyakinan yang dianut organisasi. Budaya bukan hanya perilaku di permukaan,
tetapi sangat dalam ditanamkan dalam diri kita masing-masing (David C. Thomas
dan Kerr Inkson, 2004:22).
Untuk
menanamkan nilai-nilai dan keyakinan yang dianut oleh organisasi, budaya
organisasi menjadi perekat sosial dalam mendekatkan anggotanya untuk sampai
pada pemahaman nilai-nilai dan berperilaku yang baik sesuai dengan sasaran dan
tujuan organisasi. Menurut Krietner dan Kinicki (Ancok, 2012) budaya organisasi
merupakan pemersatu organisasi dan mengikat anggota organi- sasi melalui
nilai-nilai yang diyakini, serta symbol yang mengandung cita-cita sosial
bersama yang ingin dicapai. Organisasi sebagai perekat sosial bagi para anggo- tanya
dalam menanamkan budaya organisasi yang baik melalui strong culture.
Budaya
yang kuat atau strong culture merupakan
budaya yang mena- namkan nilai-nilai utama dan diterima oleh seluruh anggota
organisasinya, dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku para
anggota. Semakin kuat budaya itu, semakin mendorong organisasi untuk dapat
meningkatkan kinerjanya.
Jika
ditinjau lebih mendalam lagi terdapat langkah - langkah untuk memper- kuat budaya organisasi atau strong culture. Menurut Tika (111:2014) langkah-langkah organisasi
untuk memperkuat budaya organisasi, adalah:
1.
Memantapkan
nilai-nilai dasar budaya organisasi
Nilai-nilai
dasar budaya organisasi dapat diterjemahkan sebagai asumsi dasar, moto
organisasi, misi dan tujuan umum organisasi. Organisasi perlu memantapkan
nilai-nilai dasar tersebut agar dapat dipakai sebagai pedoman berperilaku bagi
ang- gota. Dalam nilai-nilai budaya perlu dijelaskan apa yang merupakan
perintah
/anjuran dan apa yang merupakan lara-
ngan, kegiatan apa yang bisa mendapatkan penghargaan,
dan kegiatan apa yang memperoleh hukuman, dan sebagainya. Menurut Ndraha
(2005:29) nilai adalah pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih
penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang
lebih benar atau kurang benar. Sehingga nilai sesuatu yang diyakini oleh
anggota organisasi untuk mengetahui mana yang benar mana yang salah. Suatu
nilai dapat dipahami apabila dikaitkan dengan sikap dan tingkah lakunya anggota
organisasi, hal ini dapat dilihat dari model metodologis nilai menurut
Soebijanta dalam kutipan Ndraha (2005:30).
Nilai
Sikap Tingkah laku
(Model metodologis nilai menurut Soebijanta)
Nilai
mempunyai pengaruh terha- dap sikap anggota organisasi. Dengan adanya sikap
yang didasarkan pada nilai-nilai organisasi, maka akan tercemin dalam tingkah
laku anggota. Nilai-nilai perlu ditanamkan pada setiap individu organi-
sasi, untuk mengubah tingkah laku atau perilakunya.
Untuk memantapkan nilai-nilai individu organisasi dengan cara transmisi nilai.
Transmisi nilai menurut Ndraha (2005:35) merupakan “barang-jadi”, atau
kebutuhan yang dikemas di dalam, dan diantar ke suatu alamat, untuk ditanamkan
di dalam diri manusia, melalui cara, alat, atau vehicle. Alat, atau vehicle tersebut
yaitu encoder dan decoder komunikasi. Encoder komunikasi meru- pakan dimana seseorang atau kelompok mengirim pesan
kepada orang lain. Pada proses encoding
bisa dilakukan secara verbal yaitu melalui bahasa, maupun non verbal melalui
ekspresi wajah, gesture, dan
sebagainya. Setelah itu decoder menerima
pesan tersebut dan diterjemahkannya pesan - pesan itu menjadi bermakna.
Berdasarkan penjelasan di atas, untuk memantapkan nilai suatu organisasi yaitu
melalui trans- misi nilai. Organisasi menanamkan nilai kepada anggotanya secara
verbal yaitu bahasa, maupun non verbal yaitu melalui ekspresi wajah, gesture,
dan sebagainya. Dengan dilakukannya komunikasi yang baik maka pemahaman nilai
organisasi akan lebih tertanam dalam anggota-anggota organisasi. Contohnya di dalam lingkungan kerja
dimana peran atasan dalam
memantapkan nilai-nilai meng- gunakan bahasa yang baik, dan jelas agar anggotanya
memahaminya, dan non verbal petinggi harus berekspresi serius dan tegas
sehingga anggota organisasinya juga akan menanggapinya dengan serius untuk mengetahui
dan memahami di dalam organisasi mana yang penting dan tidak penting, mana yang
benar dan mana yang salah.
2.
Melakukan
pembinaan terhadap anggota organisasi
Setelah nilai-nilai dasar budaya organisasi
dimantapkan, kegiatan selan- jutnya melakukan pembinaan terhadap seluruh anggota
organisasi. Arah pembinaan adalah nilai-nilai dasar yang menjadi budaya
organisasi dapat dipahami, dihayati, dan dilaksanakan oleh anggota-anggota
organisasi khususnya anggota-anggota baru. Pembinaan terhadap anggota dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu bimbingan dan pelatihan. Bimbingan dapat dilakukan oleh
organisasi terhadap anggotanya, dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk menge-
nai pelaksanaan nilai-nilai dasar budaya organisasi,
seperti cara berperilaku, cara-cara bekerja yang baik, apa saja yang menjadi
dasar penilaian, dan sebagainya sesuai dengan aturan
yang dianut organisasi.
Dalam pemerintahan, suatu instansi memberikan bimbingan bagi pegawai baru untuk memberikan petunjuk
mengenai pelaksanaan kerja yang berlaku dalam intasnsi tersebut. Di samping bimbingan, pembinaan kepada anggota dalam
rangka memperkuat budaya organisasi dapat dilakukan melalui pelatihan (training). Organisasi perlu membuat
jenjang-jenjang pela- tihan kepada anggota organisasi khususnya anggota baru. Pelakasanaan
pelatihan sangat membantu organisasi untuk menanamkan dan memperkuat budaya
organisasi.
3.
Memberikan
contoh atau teladan
Memberikan contoh atau teladan yang ditunjukkan
seorang pimpinan dalam berperilaku merupakan pedoman nyata yang cepat diikuti
dan ditiru oleh anggota organisasi dalam berperilaku. Organisasi perlu
memberikan ketela- danan dan kejujuran dalam berperilaku dengan berpedoman pada
nilai-nilai budaya yang telah ditetapkan. hal ini memberikan pengaruh yang
cepat dalam menanamkan budaya organisasi kepada anggotanya.
Contohnya, seorang atasan yang baik dalam organisasi maka akan menjadi teladan
bagi anggota organisasinya untuk bersikap baik pula dalam menjalankan atau
melaksanakan tugas organisasi
4. Membuat acara-acara rutinitas
Salah satu kegiatan untuk menanamkan dan memperkuat
budaya organisasi adalah organisasi perlu membuat acara rutinitas. Berbagai
acara antara lain rapat-rapat rutin, rekreasi, dan sebagainya. Acara-acara
rutinitas ini dapat memberikan motivasi kepada anggota-anggota organisasi
dengan keyakinan bahwa dia adalah bagian dari keluarga besar organisasi. Acara
rutini- tas secara tidak langsung merupakan perekat bagi anggota-anggota
organisasi dalam menanamkan dan memperkuat budaya organisasi.
5.
Memberikan
penilaian dan penghargaan
Penilaian dan penghargaan secara berkala perlu
dilakukan oleh organsiasi kepada para anggota-anggotanya. Bagi anggota-anggota
organisasi yang ber- prestasi dalam penanaman nilai-nilai budaya organisasi
perlu diberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat, gaji, gelar, dan
hadiah-hadiah lainnya.
6.
Tanggap terhadap
masalah eksternal dan internal
Masalah-masalah eksternal yang ba- nyak berpengaruh
terhadap budaya organisasi adalah persaingan, pengaruh perubahan global dunia,
dan lain sebagainya. Masalah-masalah internal yang banyak berpengaruh terhadap
budaya organisasi antara lain, ketidak stabilan kondisi intern karena perubahan
global yang terjadi. Masalah tersebut perlu diantisipasi dan ditang- gapi
dengan cepat melalui budaya organisasi yang kuat.
7.
Koordinasi dan
kontrol
Perkuatan budaya organisasi dapat dilakukan melalui koordinasi dan kontrol. Koordinasi dapat
dilakukan melalui rapat-rapat resmi, koordinasi antar pejabat secara
berjenjang, dan sebagainya. Demikian pula untuk mengetahui perilaku anggotanya
perlu dilakukan pengontrolan/pengawasan secara berkala. Hasil pengawasan dapat
dijadikan sebagai umpan balik untuk memperkuat budaya organisasi.
Oleh
sebab itu, budaya organisasi sangat berpengaruh pada perilaku para
anggota-anggota organisasi karena sistem nilai, pedoman perilaku, dan keyakinan
dijadikan acuan perilaku sumber daya manusia yang berorientasi pada penca- paian
tujuan atau hasil kinerja yang optimal. Dengan demikian secara langsung atau
tidak langsung budaya organisasi berpengaruh pada kinerja sumber daya manusia.
D. KESIMPULAN
Di
era globalisasi, untuk mengatasi perubahan kondisi ekstern dan intern yang
terjadi diperlukan strategi untuk mengatasi perubahan tersebut, yaitu dengan
mene- rapkan budaya organisasi. Budaya organisasi menjadi kebutuhan mutlak,
karena budaya organisasi merujuk pada landasan sistem nilai, pedoman perilaku,
keyakinan, yang ditujukan kepada anggota untuk menuntun mereka menjadi sumber daya manusia yang optimal yang
sesuai dengan sasaran dan tujuan organisasi. Untuk menuntun
dan mengarahkan anggotanya guna
meningkatkan kinerja, organisasi perlu menanamkan budaya organisasi yang kuat
atau strong culture. Strong culture menanamkan nilai-nilai
utama dan diterima oleh seluruh anggota organisasinya, dan memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap perilaku para anggota, karena dengan strong culture maka anggota organisasi
akan menjadi lebih terarah dalam pencapaian sasaran organisasi. Semakin kuat
budaya itu, semakin mendorong anggota organisasi untuk dapat meningkatkan
kinerjanya. Oleh sebab itu, budaya organisasi sangat berpengaruh pada perilaku
para anggota-anggota organisasi dan dijadikan acuan perilaku sumber daya
manusia yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil kinerja yang
optimal. Dengan demikian secara langsung atau tidak langsung budaya organisasi
berpengaruh pada kinerja sumber daya manusia.
Daftar
Pustaka
Handayani,
Agustin. 2012. Peranan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan. Fakultas Psikologi Unissula Semarang.
Ndraha, Taliziduhu.2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka
Cipta
Purbasari,
Niken. 2013. Intergrasi Internal dan Adaptasi Eksternal bagi Keberlangsungan Organisasi dengan Pendekatan Budaya. STIE
Trisakti.
Soedjono. 2005.
Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan Terminal Penumpang
Umum di Surabaya. STIESIA Surabaya
Sutrisno,
Edy.2010. Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana
Tika, Moh. Pabundu. 2014. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.
Jakarta:
Bumi Aksara
Wibowo. 2010.
Budaya Organisasi Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan Kinerja Jangka
Panjang. Jakarta: Rajawali Pers
STRONG CULTURE: BUDAYA ORGANISASI BERORIENTASI GLOBAL
4/
5
Oleh
fuadi